Jumat, 02 Juli 2010

Membongkar LDII Penjara Untuk Sang Ustadz

Akhirnya, LDII berhasil menyeret paksa bekas pengikutnya yang uzur itu ke dalam penjara. Di usianya yang ke 70, Bambang Irawan Hafiluddin, bakal menghabisi hari-harinya selama enam bulan, tanpa pembelaan dari kaum muslimin.

Pagi itu, Selasa (16/6) sekitar pukul 10.30, Bambang Irawan Hafiluddin disatroni dua orang lelaki berseragam aparat kejaksaan, tiga polisi bersenjata api, dan didampingi 4-5 orang jamaah LDII.

Kendati masih menanti proses grasi, namun tak menghalangi aparat melakukan eksekusi paksa terhadap mantan pengikut Islam Jamaah/LDII itu. Mereka menjemput paksa lelaki uzur yang sedang menyiram tanaman hias di pekarangan rumahnya di bilangan Bekasi itu, tanpa sepengetahuan kuasa hukumnya. Seperti seorang kriminal, Bambang digelandang ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bulak Kapal, Bekasi.

Menurut Hafid, salah seorang anak Bambang Irawan yang dihubungi Sabili, pagi itu terlihat mobil biasa, bukan plat merah alias mobil dinas. Aparat mengeksekusi paksa ayah dari 14 anak ini.

“Ayah dipaksa masuk mobil, saat sedang menyiram tahanan,” katanya.

Selanjutnya Hafid menjelaskan bahwa di LP, ayahnya dalam keadaan sehat wal afiat. “Selama di tahanan, beliau banyak membaca buku,” jelasnya.

Seperti diberitakan Sabili sebelumnya, Bambang diadukan bekas organisasi yang pernah ia geluti ini dengan tuduhan mencemarkan nama baik. Berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Bekasi (1 Juni 2006), Bambang dikenai hukuman pidana penjara 4 bulan.

Oleh pengadilan, Bambang dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan pidana: menyebarkan permusuhan, kebencian dan penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan penduduk Indonesia di muka umum. Dalam hal ini LDII.

Bambang pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung. Tetapi aneh dan sangat jarang terjadi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) seolah-olah dipaksa membuat Kontra Memori Banding. Alhasil, Pengadilan Tinggi Bandung lagi-lagi menyatakan Bambang bersalah, bahkan menetapkan pidana penjara yang lebih lama, yakni 6 bulan kurungan penjara terhadap Bambang.

Perjuangan Ustadz Bambang mencari keadilan terus berlanjut. Ia dan kuasa hukumnya mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Untuk ke sekian kalinya, JPU dengan berbagai tekanan dari pihak tertentu (LDII) membuat Kontra Memori Kasasi. Sehingga, pada 19 Februari 2009 lalu, PN Bekasi lewat surat resmi memberitahukan, bahwa permohonan kasasi Bambang ditolak, berdasarkan putusan MA tanggal 28 April 2008.

Untuk keperluan pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI tertanggal 22 April 2009 lalu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bekasi telah mengeluarkan surat panggilan terpidana Bambang Irawan bin Hafiluddin.

Upaya terakhir mencari keadilan, Kuasa Hukum Bambang Irawan, Abdul Chalim Soebri, SH, mengajukan Permohonan Penangguhan Pelaksanaan Putusan MA berupa Peninjauan Kembali (PK) dan Grasi kepada Presiden RI melalui Pengadilan Negeri Bekasi pada tanggal 20 Februari 2009.

Mengingat pengajuan grasi tersebut masih dalam proses hukum, hingga kini belum ada keputusan permohonan grasi. Tapi Kejaksaan Negeri Bekasi justru terburu-buru melaksanakan putusan pengadilan, dan memaksakan kehendak.

Sejak awal, Bambang memang tidak pernah memenuhi panggilan untuk hadir dalam persidangan. Jika panggilan ketiga tak juga hadir, pihak kejaksaan, menjemput paksa. Kini terbukti sudah.

“Ada indikasi LDII bernafsu untuk menjebloskan Bambang ke penjara. Yang jelas, ada aroma kepentingan politik dalam kasus Bambang,” tukas Chalim.

Dikatakan Chalim, ada beberapa alasan diajukannya permohonan penundaan pelaksanaan putusan MA, diantaranya: proses hukum grasi sedang berjalan, kliennya bukan pelaku tindak pidana sadis sehingga putusan MA tak perlu tergesa-gesa. Ada dugaan kuat, pelaksanaan putusan MA itu didasarkan atas tekanan kelompok atau pihak tertentu,” kata Chalim saat dihubungi Sabili via telepon.

Abdul Chalim mendesak Kejaksaan Tinggi untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian ulang berkas terhadap kliennya, mengingat ada dugaan pelanggaran dalam memproses hukum kasus Bambang Irawan.

Kedua, Kejari Bekasi diminta agar menghormati dan menunggu proses Grasi yang sedang berjalan dan tidak terburu-buru serta tidak memaksakan kehendaknya untuk melaksanakan putusan MA.

Sekadar mengingatkan kembali, sekitar tahun 1960, Bambang Irawan pernah bergabung dengan Islam Jamaah yang sekarang dikenal dengan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan dipercaya menjadi tangan kanan ‘sang amir’ Nurhasan Ubaidah Lubis. Dalam waktu yang bersamaan, Bambang dijadikan menantu kesayangan Nurhasan.

Sebelum bertaubat, Bambang diberi tugas untuk mencari dan mengajak pengikut baru untuk bergabung menjadi jamaah LDII. Bambang pun berhasil merekrut banyak jamaah, baik dari dalam maupun mancanegara.

Tahun 1974 – 1980, Bambang diajak bersama Nurhasan Ubaidah Lubis untuk mukim di Mekkah, dalam rangka menuntut dan memperdalam ilmu agama Islam. Saat itu, Bambang banyak bertemu dengan tokoh ulama, antara lain dengan Syaikh Abdul Aziz bin Baz.

Dalam diskusinya, Bambang tersadar bahwa ajaran aliran Islam Jamaah/LDII jelas-jelas merupakan ajaran yang menyimpang dari konsep Islam yang diajarkan dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah saw.

Memasuki tahun 1983, Bambang Irawan secara terang-terangan menyatakan taubat dan keluar dari LDII. Sejak “murtad” dari LDII, Bambang selalu menjadi sasaran dan incaran kelompok Islam Jamaah/LDII.

Ancaman mulai dari teror, ancaman secara fisik maupun non fisik, mengepung dan membuat onar pengajian para ustadz yang berani membongkar kesesatan LDII, hingga menyeretnya secara berkeroyok ke kantor polisi dan pengadilan.

Untuk menebus dosa dan kesalahannya selama 23 tahun menjadi gembong LDII, Bambang berupaya untuk menyampaikan kebenaran Islam melalui ceramah dan diskusi di beberapa masjid.

Sekitar tahun 2004, Bambang diminta untuk mengisi acara kegiatan di daerah Banten, untuk menjelaskan tentang aliran jamaah LDII, tetapi beberapa jamaah LDII melalui aparat oknum polisi setempat meminta membatalkan dan menutup acara tersebut, bahkan meneror Bambang. Tetapi karena kesigapan penanggungjawab acara, oknum polisi tersebut tidak berani membubarkan dan acara pengajian dan diskusi tetap dilanjutkan.

Pada hari Sabtu, 10 September 2005 pukul 24.00 – selesai, Bambang diminta kembali untuk menjadi pembicara Kajian Masalah Aliran Sesat dengan tema “Dakwah Cinta Melimpah Dakwah Ilallah” bertempat di Masjid Nurul Islam Islamic Center, Bekasi, Jawa Barat.

Tanpa didiketahui penyelenggara, di dalam dan luar masjid sudah dijejali dengan jamaah LDII, kurang lebih 2000 orang dikerahkan dengan menggunakan angkutan truk dan bus besar.

Saat acara baru berjalan sekitar 30 menit, jamaah LDII interupsi dan mencaci maki Bambang Irawan dengan teriakan sangat keji: “Kyai Bambang Anjing, bunuh!!” Suasana menjadi gaduh, kacau dan berantakan. Kegiatan pengajian pun terhenti.

Aparat kepolisian yang menjaga keamanan kegiatan pengajian tersebut sudah menyiapkan mobil patrolinya berjanji akan mengantarkan Bambang dan penanggungjawab acara untuk diantar ke rumahnya. Tetapi nyatanya, Bambang dan panitia penyelenggara justru dibawa ke kantor Polisi Metro Bekasi, lalu dipaksa untuk menjalani proses Berita Acara Pidana (BAP).

Tuntutan LDII untuk menyeret Bambang ke pengadilan membawa hasil, dengan dilimpahkan perkara tersebut ke Kejaksaan dan proses hukumnya terus berjalan. Keputusan demi keputusan diterima Bambang tanpa rasa keadilan.

“Seharusnya polisi dan kejaksaan menolak dan tidak menerima laporan serta pengaduan yang datangnya dari pihak LDII. Karena jelas-jelas mereka yang membuat kegaduhan pengajian di Masjid Nurul Islam Islamic Center Bekasi. Adalah kewajiban pemerintah, dalam hal ini lembaga kejaksaan untuk menutup dan membubarkan setiap ajaran dan aliran sesat secara sah oleh pemerintah maupun MUI,” ungkap kuasa hukumnya, Abdul Chalim.

Munas VII MUI pada 28 Juli 2005 telah menyatakan Islam Jamaah/LDII sebagai aliran atau organisasi yang menyesatkan dan terlarang. Begitu juga dengan Kejaksaan Agung RI telah mengeluarkan surat resmi tentang pelarangan kegiatan LDII/Darul Hadits, Islam Jamaah, Jamaah Qur’an Hadits, JPID, dan JAPPENAS. Pada tahun 1996, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI juga telah melakukan penelitian terhadap LDII yang kesimpulannya melarang LDII/Islam Jamaah.

Ihwal Paradigma Baru LDII, pihak Komisi Pengkajian MUI menyatakan urusan LDII belum selesai, dan tak ada perubahan yang signifkan. Menjadi aneh dan lucu, perangkat hukum yang sudah jelas itu, telah mengorbankan Bambang Irawan saat mendakwahkan bahaya aliran sesat pada umat, tak terkecuali LDII.

MUI yang telah mengeluarkan fatwa sesat LDII, tak bertanggungjawab dan kerap bungkam. Tak ada pembelaan sedikitpun, Bambang yang dibui. Seharusnya MUI bersikap dan melindungi para pendakwah yang giat memerangi aliran sesat. Secara tak langsung, MUI telah melemahkan pendakwah agar melunak soal kesesatan LDII yang kian hari semakin arogan.

www.sabili.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar